Minggu, 06 Februari 2011

Kisah Perjuangan Tulus Sang Ibu untuk Anaknya

Sebuah kisah lama yang patut dijadikan renungkan bagi kita semua, agar  kita dapat  mengingat dan memahami betapa besarnya pengorbanan seorang ibu buat anak-anaknya.
Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taipeh tahun berapaan udah lupa.  Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic. 
Ada seorang pemuda bernama A be ( bukan nama sebenarnya ).
Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. 
Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.  
Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewek-cewek jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.
 

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. 
Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be.  
Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain.  Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunya A be. 
Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. "Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan." jawab A be. 
Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. 
Sang Ibu semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. Abe mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be jadi uring-uringan di rumah.  

Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan Abe. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik.
Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya yang masih berusia 14 bulan dari musibah kebakaran. 
Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, wanita itu menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. 
Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup  dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.  Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. 
"Yang sudah ya, sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi". Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa jalan-jalan Ibunya untuk berbelanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap tidak memperdulikannya, bahkan dengan perasaan bangga dia  memperkenalkan Ibunya, jika ada orang yang menanyakan padanya. Suatu sore, ketika A be mengajak ibunya mampir ke sebuah kedai minuman, setelah mereka berdua pulang dari berbelanja di supermaket.

Seorang pria paruh baya menghampiri A be, ketika A be akan memesan teh jahe hangat buat ibunya. Dengan wajah  heran dan penasaran dia bertanya pada A be, "Siapa wanita kau bawa itu, nak  ? pembantumu-kah, dia? kenapa kamu tampak hormat padanya ?" .
"Wanita yang mana tuan maksud ?" , A be balik bertanya pada pria itu.
"Wanita yang duduk di sebelah kamu ?" , sambil menunjuk kearah tempat sang Ibu .
"Kenapa bapak menanyakan hal itu pada, saya ?", tanya A be kembali dengan heran .
" Oh ya, perkenalkan saya Koh Bun, pemilik kedai ini, "Biasanya pada jam sore hari seperti ini, para suami yang mengajak istrinya atau pria muda yang mengajak kekasihnya bercengkrama menikmati suasana sore hari di kedai kami ini sambil minum teh jahe atau kopi hangat, tapi aneh kamu malah mengajak wanita tua yang..ehm... maaf..buruk rupa , menurut saya, apa itu bukan hal yang aneh ? " ucap  pria  paruh baya ini masih dengan tatapan mata heran ke pada A be. 
"Apa tuan keberatan kalau saya mampir ke kedai ini dengan mengajak  wanita  tua yang buruk rupa ?, jika begitu saya, akan segera pergi  dari sini,"  ucap A be kembali dengan nada agak tersinggung.
"Maafkan ucapanku, anak muda, mohon jangan tersinggung, aku tidak melarang siapapun yg datang ke kedai ini, tapi saya hanya penasaran, kenapa kamu begitu santun dan hormat pada wanita itu ?, tolong jelaskan pada saya, agar saya tidak penasaran ?" ujar Koh Bun tentang rasa penasarannya pada A be. 

" Tuan Koh Bun...wanita yang duduk satu meja dengan saya itu adalah wanita yang paling saya hormati dan saya cintai lebih dari siapapun di dunia ini. Dia bukan pembantu saya, juga bukan kekasih saya ataupun istri saya", ujar A be. Tentu saja jawaban A be semakin membuat penasaran Koh Bun  (pria paruh baya ini), Lalu siapa dia ?, Oh..saya tahu..dia istri majikan kamu ?", tebaknya.
"Buka...Dia itu adalah Ibu-ku tercinta , dia adalah  Pahlawan dalam hidup-ku." ucap A be dengan bangga  pada  pria paruh baya ini, selanjutnya oleh A be diceritakanlah pada Koh Bun sang pemilik kedai ini, tentang peristiwa kebakaran yang menimpa  sang ibu, " Dahulu wajah ibu-ku sangat cantik, tapi sekarang Ibu-ku memiliki wajah buruk seperti itu ...karena menyelamatkan aku, waktu aku masih berusia di 14 bulan, dari bencana kebakaran di rumah kami  saat itu", tutur A be dengan ucapan lirih sedih.
" Hampir separuh tubuh ibuku hangus, terkena luka bakar, karena melindungi  aku, dia menutupi tubuhku dengan selimutnya sambil memeluk tubuhku dengan erat, agar aku terhindar dari kobaran api yang membakar seluruh ruangan rumah kami."  
"Ibu-ku tidak perduli akan sengatan api yang membakar tubuhnya, baginya,yang utama adalah nyawaku, anaknya, dia tidak perduli akan panas api yang mengoyakan kulit indahnya, ibuku tetap berlari menerobos kobaran api, sambil tetap memeluk tubuhku yang terbungkus kain selimutnya ,  dia tetap berusaha meloloskan diri, dari runtuhan bangunan rumah kami. 
Akhirnya , kami berdua selamat, meski harus dibayar oleh ibuku, dengan cacat di tubuhnya seumur hidup,"    begitu jelas A be kepada Koh Bun, dengan nada bergetar menahan  pedih di hatinya.
Pria paruh baya itu seakan tercekat, tidak menduga ketika mendengar cerita A be, sambil mata berkaca-kaca  menatap A be, lalu berbisik,  "Maafkan atas kelancanganku tadi, anak muda dan Tolong kenalkan aku pada Ibumu, ?' begitu pintanya, A be pun memperkenalkan pria paruh baya ini pada ibunya. Sambil berlutut hormat dan menjabat tangan Ibu Abe,ia berkata, " Ijinkan saya mencium tangan ibu ?"  pintanya pada sang Ibu.
" Kenapa anda ingin mencium tangan saya, yang jelek ini ? " tanya ibu si A be  dengan tatapan heran,  diliriknya A be  meminta persetujuan dari anaknya, dan dibalas oleh A be dengan senyuman dan anggukan, tulus pada wanita tua ini.

"Ketika saya mendengarkan cerita putra ibu pada saya  tadi, rasanya sungguh kehormatan bagi saya jika bisa berkenalan dengan Ibu, " jelas Koh Bun sang pemilik kedai ini agar  Ibunda si A be tidak bingung akan permintaannya tadi. Denga tatapan masih ragu,  oleh sang Ibu  disodorkan lah tangan kanannya  pada Koh Bun, lalu dengan rasa hormat  dikecupnya tangan  sang ibu tersebut.  
"Sayang sekali...ibu saya sudah meninggal pada saat saya tidak berada disadmpingnya, jadi saya belum sempat mencium tangan beliau ", ucap Koh Bun dengan mata berkaca-kaca seolah mengenang kembali ibundanya yang telah tiada. 
"Tuan Koh Bun, Doakan lah Ibu anda yang sudah tiada itu. Karena sesungguhnya , Doa dari anak yang  berbakti pada sang Ibu dalah pintu surga bagi Ibundanya.., begitu pula sebaliknya..," saran ibu si A be. Tak ayal meneteslah air mata Koh Bun (pemilik kedai itu) mendengar saran dari ibu Abe.
"Sungguh Ibu adalah seorang wanita yang berhati malaekat, semoga ibu selalu diberi  kemuliaan oleh yang kuasa ," seraya dia berdiri dan memberi hormat  pada sang ibu, dan dibalas dengan senyum tulus oleh sang ibu. A be-pun hanya terpaku diam berkaca-kaca menatap ibunya yang tercinta..mendengar ucapan ibunya kepada pria pemilik kedai minuman itu, Tak lama kemudian, Koh Bun si pemilik kedai, menghampiri A be dan menjabat tangannya, "Anak Muda, kamu..sangat beruntung memiliki Ibu seperti dia, jaga dan sayangi dia selamanya , pasti pahala surga imbalannya. " Terimakasih, atas saran anda akan selalu saya  ingat ." ucap A be sambil tersenyum. Tak lama kemudian A be dan ibunya pun pulang ke rumah.
 
Beberapa  hari berikutnya ,  tersiarlah berita dari mulut ke mulut, tentang kisah perjuangan ibu si A be pada masa lampau, sebuaj kisah seorang Ibu yang berjiwa pahlawan dan berhati malaekat. Peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. 
Ketika masyarakat umum membaca kisah ini di media cetak,  beberapa dari merekapun sempat menangis karena mereka teringat ibunda mereka dan tidak sempat bersujud mohon maaf pada  sang ibu, hingga  saat sang bunda meninggal.

Buat para sahabat yang masih punya Ibu atau Mama atau Mami di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih ada waktu ya. Ingat  doa dari  sang ibunda adalah pintu syurga bagi kita .

editing story by Diary, the inspirating to my lovely mother "EMS"

Tidak ada komentar: